Dengan langkah gontai aku
menyusuri koridor sekolah , dengan tangan kanan yang terus merengkuh dadaku.
Beberapa hari ini aku rasakan sakit yang amat sangat. Aku terus berjalan menuju
ruang kesehatan. Tanpa kusadari darah segar keluar dari hidungku. Aku, Firman
dari kelas 3 IPA di SMA Negeri yang cukup ternama. Banyak siswa yang takut
berdekatan denganku. Bukan karena aku adalah siswa yang berprestasi dan
menghasilkan banyak piala untuk sekolah sehingga siswa lain segan untuk
berdekatan denganku. Justru karena aku terkenal dengan kelakuan yang beringas
dan menakutkan bagi siswa dan guru disekolah ini.
Namun
hanya satu siswi yang mengerti keadaanku. Tya gadis berjilbab dari kelas 3 IPS.
Bahkan karena kedekatan kami , Tya juga ikut merasakan dicemooh oleh siswa
lain. Tya adalah sahabat masa kecilku yang tak sengaja bertemu di SMA ini.
Kurasakan kakiku semakin lemah dan aku tersimpuh lemas. Kudengar lirih suara Tya
memanggil namaku dan berlahan-lahan semua menjadi gelap.
“Man……kamu
nggak apa-apa kan?” suara Tya menyadarkanku. kulihat semua serba putih. “gue
dimana?” tanyaku kepada Tya yang duduk disampingku. Tak lama ibu datang dan
menghampiriku. Aku yang belum sepenuhnya sadar hanya menyunggingkan senyumku.
Ingin kugerakkan tanganku untuk menyambutnya tapi tanganku tak bisa digerakkan.
Ibu menangis disampingku. “maafkan ibu nak!” mungkin kata-kata itu yang ingin
diucapkan ibu seraya membelai rambutku lembut. Ibu adalah sosok pendiam yang
hanya mengungkapkan kata-katanya lewat sentuhan. Tak lama ibu membisikkan
sesuatu kepada Tya dan beranjak keluar dengan senyuman tersungging untukku.
Ayah, adalah sosok yang sangat
kubenci seumur hidupku. Teringat dengan kelakuan bejatnya memperlakukan ibu dan
aku sejak kumasih berumur 6 tahun. Begitu sabarnya ibu menerima semua perlakuan
ayah. Begitu lama aku merasakan bagaimana pertengkaran mereka hingga aku tak sanggup mendengar hal
itu. Suatu hari aku mendapatkan sesuatu dari temanku yang membuatku merasa bahagia dan sejenak melupakan masalah itu.
Silinder kertas yang membuatku merasa kuat. Merasa tenang menghadapi masalah.
Dan tak terasa aku pun mulai bergantung dengan benda itu. “Firman…cukup
merokoknya, bahaya tau!” teringat kata-kata Tya yang selalu aku dengar ketika
aku menikmati benda itu. Dengan mencoba segala cara ia berusaha agar aku tak
bergantung dengan rokok. Namun semua perkataan Tya tak ku gubris sama sekali.
Dan itu malah membuatku semakin terganggu.
Kedatangan
Tya dan ibu membuyarkan lamunanku. Ibu hanya diam dan menatapku dengan air
matanya yang menetes. Aku ingin bangkit dan memeluk ibu. Tapi aku masih belum
sanggup.
5 hari sudah aku berada di rumah
sakit dan dokter memperbolehkan aku pulang karena keadaanku yang mulai membaik.
Dokter berkata bahwa aku menderita Infeksi paru-paru karena seringnya aku
merokok Sejak 5 hari yang lalu hanya satu kata yang diucapkan oleh ibu.
“jangan ulangi lagi, kamu masih
punya ibu!” kata ibu saat menjemputku hari ini.
********________*******
“man…sudah
jangan diteruskan lagi, kamu masih sakit.,
Rokok ini sangat berpengaruh sama kesehatan kamu, cepet buang !” kata
Tya mengingatkanku. Dan aku sendiripun tak merasa bahwa waktu berjalan cepat..
4 bulan lamanya aku menjalani rawat jalan setelah kejadian itu.
“heh..banyak bacot loe!
Mentang-mentang loe temen gue , terus loe bisa seenaknya gitu ngatur hidup
gue!” gertakku seraya membukakan pintu. “keluar….!!!!!” Gertakku lagi.
“firman????” kata Tya seraya berdiri dan berjalan keluar. “ aku Cuma ngingetin
kamu man…kalau kamu masih terus konsumsi itu terus , penyakit kamu bakalan
tambah parah!”
“bukan urusan loe!” jawabku
seraya menutup pintu dengan keras. Entah apa yang dirasakan Tya, yang
terpenting sekarang aku bisa menghibur diriku sendiri. Sikap ayah semakin hari
semakin beringas. Bahkan aku tak sudi memanggilnya ayah. Sikapnya yang sama
sekali tak bertanggung jawab membuat ibu pergi. Pergi untuk selama-lamanya.
Pergi menghadap Tuhan 1 minggu yang lalu.
Satu-satunya yang tersisa hanya
silinder kertas ini. Yang membuat aku melupakan semuanya. Sudah 2 bungkus
kuhabiskan. Namun bagiku saat ini 2 bungkuspun masih kurang. Kuputuskan
mengambil 1 bungkus rokok lagi dari dalam lemariku. Kuhisap satu persatu. Namun
, kuhentikan hisapanku saat kurasakan sakit didadaku kembali terasa. Ku rengkuh
dadaku berharap sakit ini berkurang. Batuk darah juga menyertainya. Sakit……sakit…..sakit
sekali……….. Tya…kumohon kembalilah. “Tya…..Tya…….tolong aku…Tya…!” ku coba
berjalan kearah pintu namun aku lemas dan terbaring lemah diatas lantai.
Kudengar pintu terbuka dan kulihat,
berharap ada orang yang bisa menolongku. “Firman….Firman!” suara Tya.
“Tolong gue tya…..!” kataku. Namun batuk ini tak juga berhenti . sakit ini pun
sama sekali tak berkurang. Apa yang harus kulakukan…….!
Darah segar kembali keluar dari
hidungku. Dan bumi seakan berputar keras walau kucoba untuk menghentikannya.
Tya terduduk lemas disampingku sambil mencoba menghubungi seseorang.
Mataku terpejam. Namun tangisan
Tya masih terdengar. Semua menjadi dingin….dingin…dan gelap. Suara Tya semakin
menghilang......menghilang dan kini tak terdengar. Terima kasih Tya….kamu satu-satunya
sahabat yang dapat mengerti keadaanku………terima kasih atas segalanya…..dan kini
aku akan tenang manghadap Tuhan walau akupun tak tahu hukuman apa yang akan
ditujukan untukku.
*******_____******