Disore yang secerah ini
aku duduk terdiam di pinggir danau ini. Meneteskan air mata yang selama ini ku
tahan. Mengeluarkan semua cairan luka yang mengganjal dihatiku. Tak ada yang
menemani, hanya aku sendiri.
Kurasakan sakit yang mendalam. Ku mulai menggoreskan
garis demi garis diatas kertas putih yang sedari tadi hanya ku pandang. Dengan
air mata yang masih mengalir. Membayangkan saat dulu ku pernah menggambarkan
wajahnya namun tidak seperti ini. Aku selalu tersenyum dikala ku melukiskan
wajahnya diatas kertas putih yang selalu menemaniku dimanapun aku berada. Tapi
kali ini berbeda. gambaran ini kuungkapkan dengan tetesan air mata.
Tahun-tahun berlalu ketika saat itu ku mulai mengaguminya.
Senyuman itu yang membuat tangan ini bergerak untuk menggoreskan garis demi
garis diatas kertas dan menghasilkan sketsa wajah yang membuat aku bahagia.
Ya....bahagia.
Hal
yang sangat kusesali , aku hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Hanya mampu
tersenyum melihat senyuman khas dari sosok lelaki yang sangat aku kagumi. Dan
itu bertahan sampai saat ini. Merasa sakit ketika mendengar kabar bahwa lelaki
itu sudah menjadi milik orang lain. Namun aku hanya mampu tersenyum melihatnya.
Selama senyuman itu masih terkembang karena itulah cahaya satu-satunya yang
mampu membuatku kuat.
Tak
terasa hari sudah mulai gelap. Sketsa wajah seseorang yang sangat aku kagumi
telah mengisi kertas putih kosong ini. Kuhapus air mataku. Sekarang saatnya aku
menguatkan diri. Ku tak ingin orang lain tau aku meneteskan air mata. Segera ku
kemasi peralatan menggambarku dan bergegas pulang.
“bu
.... hera pulang!” kataku menyapa ibu yang sedang duduk diruang keluarga. Hera
adalah nama ku tepatnya Evellynda Hera. Aku masih duduk di SMA kelas 3 jurusan
IPA. Laki-laki itu, Feranda Akbar, kelas 3 IPS . Lelaki cerdas yang banyak
dikagumi. Mungkin sekali tunjuk ia dapat memilih sosok perempuan yang baik
untuknya. Dan bukan aku tentunya. Aku berfikir mungkin aku hanya mampu
mengaguminya saja.
“kenapa
baru pulang her, kamu tau ibu sangat khawatir sama kamu ?” tanyanya sambil
memelukku. Aku tau ibu sangat khawatir dengan keadaan ku ini. Aku menderita
penyakit serius. Alzheimer, penyakit yang lama kelamaan akan membuat aku lupa
segalanya. Penyakit yang kebanyakan menyerang orang lanjut usia. Tapi sekarang
aku, gadis 17 tahun telah menderita penyakit penghapus memori ini.
“tadi
mampir ke rumah nenek dulu!” dustaku. Karena aku tahu ibu akan sangat khawatir
jika aku menceritakan semua ini padanya.
Kurebahkan
diriku diatas tempat tidur. Tak lama kukeluarkan hasil sketsa wajahnya. Dengan
senyuman yang sangat aku kagumi. Dan dalam hatikupun mengatakan bahwa aku akan
menyimpan semua ini. Entah sampai kapanpun.
Aku
tak dapat membayangkan jika suatu saat kenangan-kenangan ini akan menghilang
begitu saja. Melupakan wajahnya, melupakan senyumannya, melupakan namanya
bahkan semua akan terlupakan. Hal itu yang kudengar dari dokter masalah
penyakit yang kuderita ini. Suatu saat aku akan melupakan segalanya. Ya.....
segalanya.
*****************
Dengan
puji syukur yang tiada terkira aku lulus dengan nilai yang memuaskan walaupun
aku tidak duduk diperingkat pertama. Dengan perasaan yang tak karuan aku masuk
didalam gedung yang telah ramai. Para siswi memakai busana kebaya dan para
siswanya memakain jas hitam dipadu dengan kemeja putih dan dasi yang membuat
mereka terlihat layaknya arjuna. Semua terasa berbeda.
“Hera....!”
panggil Keyna, sahabat baikku. Aku pun segera mneghampirinya. Sedang ibuku
bergabung dengan wali murid lain.
“nggak
kerasa udah lulus!” kataku sambil berjalan menuju tempat duduk bersama keyna.
“haha...nggak
kerasa juga kita udah pada gede’....!”
“ada-ada
aja...emang selama ini kamu masih bayi dong!”
“ya
nggak gitu Her......nggak kerasa kita udah dewasa gitu, oh iya.....tadi gue
ketemu sama Akbar...aduh....sumpeh her...dia ganteng banget!”
“Akbar???”
Akbar...nama yang pernah aku dengar tapi aku benar-benar lupa”
“iya
her...Akbar...pangeran loe!”
“oh
iya...Akbar...mana dia?” sambil celingukan mencari Akbar.
Bukan
kali ini saja kejadian seperti ini terjadi. Sejak saat itu kurasakan aku
semakin ceroboh. Terkadang ponsel dan barang-barang yang sangat berharga bisa
saja aku tinggalkan begitu saja. Aku benar-benar lupa. Untung saja orang-orang
terdekat selalu mengingatkanku.
Aku
bergegas duduk di kursi yang telah disediakan. Disamping Keyla yang sedari tadi
hanya terdiam memandangku. Ketakukan akan penyakit ini selalu menghantuiku.
Suatu saat aku tak akan ingat dengan ayah, ibu, sahabat-sahabatku dan Feranda
Akbar, lelaki yang membuat aku mengaguminya mulai pertemuan pertama itu sampai
saat ini.
Keyna
tahu persis penyakit yang ku derita ini. Dokter yang menangani penyakitku
adalah ayahnya.
Akhirnya
acara wisudapun usai dan menandakan bahwa kami telah resmi lulus dari SMA
tercinta. Kukeluarkan sebuah kotak putih yang sedikit usang. Kotak inilah
dimana aku menyimpan segala benda yang berkaitan dengan Akbar. Sketsa wajah,
kartu tanda peserta diklat organisasi sejak aku duduk dikelas 1 dimana aku
bertemu dengannya dan mulai mengaguminya serta banyak lagi. Sengaja pula aku
tuliskan sepucuk surat yang berisi tentang isi hatiku yang sebenarnya.
“Key....aku
boleh titip ini?”
“apaan
nih? Hadiah buat gue ya?” sambil menerima kotak itu dengan senyum manisnya.
“bukan
key....kotak ini isinya barang-barang yang berkaitan dengan Akbar. Aku nggak
berani ungkapin dari dulu. Aku pengen ungkapin semuanya tapi aku tidak bisa.
Dengan keadaanku yang seperti ini Key....aku takut suatu saat aku akan lupa
segalanya. Sebelum itu terjadi aku ingin mengungkapkan walau akhirnya aku tahu
dia tidak akan pernah menerimaku ataupun mencintaiku. Setelah ini aku akan
pindah Key. Tidak lagi dikota ini!”
“maksud
loe? Loe mau ninggalin gue gitu?”
“bukan
gitu Key.....ayahmu menyarankanku untuk pergi ke Singapura. Disana ada tempat
dimana aku bisa mengobati penyakit ini. Aku mohon, kamu kasih ini ke Akbar ya?”
tak terasa air mataku menetes.
Keyna
memelukku dan menghapus air mata ku.
“gue
bakal kasih ini ke Akbar Her......maafin gue ya, gue bakal sering-sering jenguk
loe Her.....!” seraya memelukku.
“Hera......!”
Seorang
wanita cantik yang berdiri diamping ayah berjalan mendekat setelah menyebutkan
nama ku. Aku hanya melihatnya. Tak tahu siapa dia dan mengapa dia datang dengan
ayahku.
“Hera........gue
Keyna...masih ingat?”
“Keyna....?”
Dia
tahu namaku tapi aku sama sekali tak mengingatnya.
“Loe
inget foto ini Her? Ini foto waktu kita wisuda 2 tahun lalu....loe inget?”
“maaf...aku
benar-benar nggak tahu.....!”
Wanita
itu memelukku dan meneteskan air mata. Kutanyakan pada ayah siapakah dia tapi
justru ayah menangis dan pergi meninggalkan kami. Seorang perawat yang khusus
merawatku juga turut menangis. Ada apa semua ini.
Seorang
pria memakai jas hitam dan kemeja putih itu berdiri mematung agak jauh dari
kami. Kulihat dia membawa kotak putih lusuh. Wanita yang sedari tadi memelukku
melepaskan pelukannya dan berjalan menuju pria itu. Sepintas kudengar mereka
membicarakan sesuatu dan entah kenapa pria itu berjalan mendekatiku.
“Apa
ini?” tanyaku setelah pria itu menyerahkan kotak putih itu kepadaku.
“buka
aja!”
Kubuka
kotak putih lusuh itu. Banyak sekali sketsa-sketsa dan kartu seperti tanda
pengenal. 5 lembar foto dan sepucuk surat.
“kamu
siapa? Kenapa aku ada disini?” tanyaku ketika kulihat ada wajahku diantara
orang-orang berbaju biru tua ini dan pria itu berada disampingku.
“aku
Her........! aku Feranda Akbar!”
Maafkan
aku. Aku tidak mengenal semua yang hadir pada hari ini. Yang aku tahu hanya
Ayah, Ibu dan perawat ini. Pria itu memelukku dan menangis. Ayah, ibu dan
wanita itu berdiri diamping kami. Feranda Akbar??? Kudengar dia berkata. I Love
You too.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar