Jumat, 03 Mei 2013

Stay


Disore yang secerah ini aku duduk terdiam di pinggir danau ini. Meneteskan air mata yang selama ini ku tahan. Mengeluarkan semua cairan luka yang mengganjal dihatiku. Tak ada yang menemani, hanya aku sendiri.
            Kurasakan sakit yang mendalam. Ku mulai menggoreskan garis demi garis diatas kertas putih yang sedari tadi hanya ku pandang. Dengan air mata yang masih mengalir. Membayangkan saat dulu ku pernah menggambarkan wajahnya namun tidak seperti ini. Aku selalu tersenyum dikala ku melukiskan wajahnya diatas kertas putih yang selalu menemaniku dimanapun aku berada. Tapi kali ini berbeda. gambaran ini kuungkapkan dengan tetesan air mata.
            Tahun-tahun berlalu ketika saat itu ku mulai mengaguminya. Senyuman itu yang membuat tangan ini bergerak untuk menggoreskan garis demi garis diatas kertas dan menghasilkan sketsa wajah yang membuat aku bahagia. Ya....bahagia.
Hal yang sangat kusesali , aku hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Hanya mampu tersenyum melihat senyuman khas dari sosok lelaki yang sangat aku kagumi. Dan itu bertahan sampai saat ini. Merasa sakit ketika mendengar kabar bahwa lelaki itu sudah menjadi milik orang lain. Namun aku hanya mampu tersenyum melihatnya. Selama senyuman itu masih terkembang karena itulah cahaya satu-satunya yang mampu membuatku kuat.
Tak terasa hari sudah mulai gelap. Sketsa wajah seseorang yang sangat aku kagumi telah mengisi kertas putih kosong ini. Kuhapus air mataku. Sekarang saatnya aku menguatkan diri. Ku tak ingin orang lain tau aku meneteskan air mata. Segera ku kemasi peralatan menggambarku dan bergegas pulang.
“bu .... hera pulang!” kataku menyapa ibu yang sedang duduk diruang keluarga. Hera adalah nama ku tepatnya Evellynda Hera. Aku masih duduk di SMA kelas 3 jurusan IPA. Laki-laki itu, Feranda Akbar, kelas 3 IPS . Lelaki cerdas yang banyak dikagumi. Mungkin sekali tunjuk ia dapat memilih sosok perempuan yang baik untuknya. Dan bukan aku tentunya. Aku berfikir mungkin aku hanya mampu mengaguminya saja.
“kenapa baru pulang her, kamu tau ibu sangat khawatir sama kamu ?” tanyanya sambil memelukku. Aku tau ibu sangat khawatir dengan keadaan ku ini. Aku menderita penyakit serius. Alzheimer, penyakit yang lama kelamaan akan membuat aku lupa segalanya. Penyakit yang kebanyakan menyerang orang lanjut usia. Tapi sekarang aku, gadis 17 tahun telah menderita penyakit penghapus memori ini.  
“tadi mampir ke rumah nenek dulu!” dustaku. Karena aku tahu ibu akan sangat khawatir jika aku menceritakan semua ini padanya.
Kurebahkan diriku diatas tempat tidur. Tak lama kukeluarkan hasil sketsa wajahnya. Dengan senyuman yang sangat aku kagumi. Dan dalam hatikupun mengatakan bahwa aku akan menyimpan semua ini. Entah sampai kapanpun. 
Aku tak dapat membayangkan jika suatu saat kenangan-kenangan ini akan menghilang begitu saja. Melupakan wajahnya, melupakan senyumannya, melupakan namanya bahkan semua akan terlupakan. Hal itu yang kudengar dari dokter masalah penyakit yang kuderita ini. Suatu saat aku akan melupakan segalanya. Ya..... segalanya.
*****************

Dengan puji syukur yang tiada terkira aku lulus dengan nilai yang memuaskan walaupun aku tidak duduk diperingkat pertama. Dengan perasaan yang tak karuan aku masuk didalam gedung yang telah ramai. Para siswi memakai busana kebaya dan para siswanya memakain jas hitam dipadu dengan kemeja putih dan dasi yang membuat mereka terlihat layaknya arjuna. Semua terasa berbeda.
“Hera....!” panggil Keyna, sahabat baikku. Aku pun segera mneghampirinya. Sedang ibuku bergabung dengan wali murid lain.
“nggak kerasa udah lulus!” kataku sambil berjalan menuju tempat duduk bersama keyna.
“haha...nggak kerasa juga kita udah pada gede’....!”
“ada-ada aja...emang selama ini kamu masih bayi dong!”
“ya nggak gitu Her......nggak kerasa kita udah dewasa gitu, oh iya.....tadi gue ketemu sama Akbar...aduh....sumpeh her...dia ganteng banget!”
“Akbar???” Akbar...nama yang pernah aku dengar tapi aku benar-benar lupa”
“iya her...Akbar...pangeran loe!”
“oh iya...Akbar...mana dia?” sambil celingukan mencari Akbar.
Bukan kali ini saja kejadian seperti ini terjadi. Sejak saat itu kurasakan aku semakin ceroboh. Terkadang ponsel dan barang-barang yang sangat berharga bisa saja aku tinggalkan begitu saja. Aku benar-benar lupa. Untung saja orang-orang terdekat selalu mengingatkanku.
Aku bergegas duduk di kursi yang telah disediakan. Disamping Keyla yang sedari tadi hanya terdiam memandangku. Ketakukan akan penyakit ini selalu menghantuiku. Suatu saat aku tak akan ingat dengan ayah, ibu, sahabat-sahabatku dan Feranda Akbar, lelaki yang membuat aku mengaguminya mulai pertemuan pertama itu sampai saat ini.
Keyna tahu persis penyakit yang ku derita ini. Dokter yang menangani penyakitku adalah ayahnya.


Akhirnya acara wisudapun usai dan menandakan bahwa kami telah resmi lulus dari SMA tercinta. Kukeluarkan sebuah kotak putih yang sedikit usang. Kotak inilah dimana aku menyimpan segala benda yang berkaitan dengan Akbar. Sketsa wajah, kartu tanda peserta diklat organisasi sejak aku duduk dikelas 1 dimana aku bertemu dengannya dan mulai mengaguminya serta banyak lagi. Sengaja pula aku tuliskan sepucuk surat yang berisi tentang isi hatiku yang sebenarnya.
“Key....aku boleh titip ini?”
“apaan nih? Hadiah buat gue ya?” sambil menerima kotak itu dengan senyum manisnya.
“bukan key....kotak ini isinya barang-barang yang berkaitan dengan Akbar. Aku nggak berani ungkapin dari dulu. Aku pengen ungkapin semuanya tapi aku tidak bisa. Dengan keadaanku yang seperti ini Key....aku takut suatu saat aku akan lupa segalanya. Sebelum itu terjadi aku ingin mengungkapkan walau akhirnya aku tahu dia tidak akan pernah menerimaku ataupun mencintaiku. Setelah ini aku akan pindah Key. Tidak lagi dikota ini!”
“maksud loe? Loe mau ninggalin gue gitu?”
“bukan gitu Key.....ayahmu menyarankanku untuk pergi ke Singapura. Disana ada tempat dimana aku bisa mengobati penyakit ini. Aku mohon, kamu kasih ini ke Akbar ya?” tak terasa air mataku menetes.
Keyna memelukku dan menghapus air mata ku.
“gue bakal kasih ini ke Akbar Her......maafin gue ya, gue bakal sering-sering jenguk loe Her.....!” seraya memelukku.



“Hera......!”
Seorang wanita cantik yang berdiri diamping ayah berjalan mendekat setelah menyebutkan nama ku. Aku hanya melihatnya. Tak tahu siapa dia dan mengapa dia datang dengan ayahku.
“Hera........gue Keyna...masih ingat?”
“Keyna....?”
Dia tahu namaku tapi aku sama sekali tak mengingatnya.
“Loe inget foto ini Her? Ini foto waktu kita wisuda 2 tahun lalu....loe inget?”
“maaf...aku benar-benar nggak tahu.....!”
Wanita itu memelukku dan meneteskan air mata. Kutanyakan pada ayah siapakah dia tapi justru ayah menangis dan pergi meninggalkan kami. Seorang perawat yang khusus merawatku juga turut menangis. Ada apa semua ini.
Seorang pria memakai jas hitam dan kemeja putih itu berdiri mematung agak jauh dari kami. Kulihat dia membawa kotak putih lusuh. Wanita yang sedari tadi memelukku melepaskan pelukannya dan berjalan menuju pria itu. Sepintas kudengar mereka membicarakan sesuatu dan entah kenapa pria itu berjalan mendekatiku.
“Apa ini?” tanyaku setelah pria itu menyerahkan kotak putih itu kepadaku.
“buka aja!”
Kubuka kotak putih lusuh itu. Banyak sekali sketsa-sketsa dan kartu seperti tanda pengenal. 5 lembar foto dan sepucuk surat.
“kamu siapa? Kenapa aku ada disini?” tanyaku ketika kulihat ada wajahku diantara orang-orang berbaju biru tua ini dan pria itu berada disampingku.
“aku Her........! aku Feranda Akbar!”
Maafkan aku. Aku tidak mengenal semua yang hadir pada hari ini. Yang aku tahu hanya Ayah, Ibu dan perawat ini. Pria itu memelukku dan menangis. Ayah, ibu dan wanita itu berdiri diamping kami.  Feranda Akbar??? Kudengar dia berkata. I Love You too.